ISLAM GEMBELENGAN
OLEH Mantan Presiden RI ( Abdulrahman wahid & Prof. Dr Mustofa Bisri )
Sufi & Toleransi di Indonesia
Islam mengajarkan toleransi dan memberi penghargaan yang tinggi kepada umat agama lain. Ini, antara lain, didasarkan pada Qs. al- Kafirun: 6
:lakum dinukum waliya din/bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.”Ini kata Tuhan, bukan siapa-siapa, ” tegasnya.
keberagaman agama-agama itu telah ada sejak dahulu kala, yang karenanya tidak seharusnya diseragamkan. Yang terpenting untuk menyikapinya, imbuh adalah seperti yang diajarkan Empu Tantular 8 abad silam pada masa awal Kerajaan Majapahit, yaitu
" bhinneka tunggal ika/berbeda- beda tetap satu jua"
Lupa???????
“Ini yang harus kita pegangi. Jangan mencari perbedaannya, tapi carilah persamaannya, ”
apa yang dilakukan kelompok Islam keras dengan menuntut penyeragaman, itu tidak bisa dibenarkan.
Mengaitkan ketidakpahaman pada ajaran agama ini dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1986, yang mengharamkan kaum muslim mengucapkan selamat natal pada orang Kristen.
Tidak mengerti apa landasan MUI mengeluarkan keputusan demikian.
“MUI bilang, orang Kristen percaya Nabi Isa itu Tuhan. Itu kan urusan mereka. Masak kita ngurusin itu. Simpel to?,”
“al-Qur’an sendiri kan bilang salamun ‘alaihi yauma wulid "
(mudah-mudahan kedamaian atas Jesus pada hari kelahirannya) .
Wong al-Qur’annya saja membolehkan, kok manusianya melarang,”
ISLAM KO' PETHENTENGAN...
PROF.DR MUSTOFA BISRI
Islam yang ngotot atau Islam pethenthengan, itu muncul dari kota, bukan dari desa. Karena lumrahnya, orang-orang desalah yang masih setia merawat Islam yang toleran, tengah-tengah dan yang tidak ngotot. “Ini yang bikin saya bangga dengan desa. Ini menurut pengamatan saya yang agak lama. Mungkin saya salah,” katanya tawadhu’.
Ia juga menyatakan, buku-buku karya Abu al-A’la Maududi, Sayyid Qutub, Hasan al-Banna dan sebagainya, kebanyakan diterjemahkan orang kota. “Saya ndak melihat dari kalangan ndeso atau pesantren yang menerjemahkan buku-buku ini,” ujarnya.
Dan memang, diakui kini semangat keberagamaan yang berlebihan justru muncul dari kota. Semisal Kota Jakarta, Bandung, Solo dan sebagainya. Karena demikian menggebu- gebunya dalam beragama, katanya, akhirnya timbul Islam yang ngotot atau pethenthengan itu.
“Kalau nggak begini, nggak sesuai mereka, pokoknya jahannam,” katanya.
Menyayangkan semangat orang kota ini, karena acapkali kengototan itu tak dibarengi dengan ketekunan belajar agama. Akhirnya, imbuhnya, terjadi ketidakseimbangan antara semangat keberagamaan dengan pemahamannya terhadap ajaran agama.
“Repotnya, lalu mereka merasa seolah-olah mendapat mandat dari Gusti Allah untuk mengatur orang di dunia ini,”
Juga perilaku anarkis kelompok Islam tertentu atas kelompok lain yang berbeda, dengan alasan supaya mereka dicintai Allah SWT. Mereka ini, kata Gus Mus, sesungguhnya belum mengenal Allah SWT, karena Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kasih dan Sayang atas hamba-hamba- Nya.
“Orang yang tidak kenal Gusti Allah tapi ingin menyenangkan- Nya, salah-salah malah mendapat marah-Nya. Jadi tidak logis ada orang mau menyenangkan Allah SWT, tapi tidak mengenal-Nya, ”
Inilah sejatinya, kelompok Islam yang ngaji agamanya tidak tutug alias tidak tuntas. Mereka baru belajar bab al-ghadhab (pasal marah), lantas berhenti mengaji. Dan mereka mengira ajaran Islam hanya sependek itu. Efeknya, ke mana-mana bawaan mereka marah melulu. Padahal, masih ada bab selanjutnya tentang tawadhu’, sabar, dan seterusnya. Mereka inilah yang menjadi masalah, karena siapapun yang berbeda pasti akan disalahkan dan disesatkan.
“Dan sikap pethenthengan ini yang menjadi awal tidak adanya toleransi. Karena pethenthengan juga, kadang orang yang beragama melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya secara tidak sadar
Tapi kalau dasarnya cinta, seperti kaum sufi, itu nggak ada pethenthengan, ”
Hendaknya kaum muslim belajar terus tanpa henti. Dan berfikirlah segila mungkin, toh ayat al-Qur’an yang menyuruh berfikir itu sama banyaknya dengan ayat al-Qur’an yang menyuruh untuk berzikir. “Jadi, jangan pasang plang dulu ‘saya wakil Pengeran’. Tapi pelajari dulu yang dalam. Kalau tidak, alih-alih dicintai Allah SWT, tapi malah dibenci-Nya,
Penulis buku Membuka Pintu Langit . Tentang sesat dan lain lain, logikanya begini:
jika ada orang yang hendak pergi ke Jakarta lalu berhenti di Rembang Jawa Tengah. Ia lantas berjalan terus ke arah Surabaya.
Ditanya “Mau ke mana?”
“Mau ke Jakarta!” jawab orang itu.
“Saya lalu bilang, mau ke Jakarta kok ke timur? Berarti kamu ini salah alias sesat. Ya, saya tempeleng saja.
Apa begini caranya? Cara ini kan nggak bener dan lucu......
Ini terjadi, kata Gus Mus, tak lain karena orang belajar ajaran agamanya tidak tutug atau tuntas.
“Baru sarjana muda sudah selesai, lalu merasa sudah S3, dan seterusnya” sindirnya.[nhm]
Allahu’alam