Dari santri.net
Bagian #4
Bagian #4
Pembagian bid`ah
Bid`ah ditinjau dari segi syariat memiliki dua jenis pembagian. Yang pertama yang membagi bid`ah menjadi dua macam, ini seperti apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi`i, Imam Nawawi dan imam-imam lainnya , yaitu :
Bid`ah Dholalah, yaitu hal baru yang bertentangan dengan Al Quran, Hadits atau Ijma` (kesepakatan ulama). Seperti Shalat shubuh tiga raka`at atau merubah lafadz-lafadz adzan dll.
Bid`ah Maqbulah (diterima), yaitu hal baru yang berisi kebaikan dan tidak bertentangan dengan syari`at, maka ini tidak ada khilaf mengenai diperbolehkanya. Seperti shalat tarawih berjamaah yang merupakan inisiatif Sayidina Umar.
Yang kedua adalah ulama yang membagi bid`ah menjadi lima macam, Pembagian ini dipopulerkan oleh Imam Izuddin bin Abdus Salam dan banyak dinukil dalam kitab-kitab mutaakhirin, Yaitu :
Wajib, seperti belajar ilmu gramatikal bahasa arab (nahwu) untuk memahami Al Quran dan hadits.
Haram, seperti Madzhab Qadiriyah, dll.
Sunnah, seperti membangun lembaga pendidikan, dan shalat tarawih berjamaah.
Mubah, seperti berjabat tangan setelah shalat.
makruh, seperti menghiasi masjid atau Al quran.
Metode yang digunakan oleh Imam `Izuddin dalam penggolongan ini adalah dengan meninjau pada kaidah hukum yang telah ada. Jika hal baru tersebut tercakup dalam kaidah wajib maka hukumnya wajib, jika masuk kaidah sunnah maka hukumnya sunnah, dan seterusnya. Sebagai contoh belajar bahasa arab jika bertujuan untuk bisa memahami apa yang wajib dia fahami dari syari`at maka hukumnya pun menjadi wajib.(7)
Haram, seperti Madzhab Qadiriyah, dll.
Sunnah, seperti membangun lembaga pendidikan, dan shalat tarawih berjamaah.
Mubah, seperti berjabat tangan setelah shalat.
makruh, seperti menghiasi masjid atau Al quran.
Metode yang digunakan oleh Imam `Izuddin dalam penggolongan ini adalah dengan meninjau pada kaidah hukum yang telah ada. Jika hal baru tersebut tercakup dalam kaidah wajib maka hukumnya wajib, jika masuk kaidah sunnah maka hukumnya sunnah, dan seterusnya. Sebagai contoh belajar bahasa arab jika bertujuan untuk bisa memahami apa yang wajib dia fahami dari syari`at maka hukumnya pun menjadi wajib.(7)
Dari keterangan diatas menjadi jelas bahwa umumnya ulama tidak membeda-bedakan antara bid`ah dalam masalah agama atau dalam masalah dunia.
Sebagian ulama ada yang mengingkari pembagian ini dan menyatakan bahwa tidak ada bid`ah dalam agama kecuali bid`ah yang sesat, seperti Imam Syatibi dalam kitab I`tishamnya(8). Sebagian lagi menyatakan bahwa bid`ah yang diperbolehkan adalah bid`ah dalam hal keduniaan saja seperti membuat alat-alat baru yang belum pernah ada di zaman rasul, dll.
Pendapat seperti ini selain menyalahi pendapat mayoritas ulama ahlu sunnah Juga menyalahi apa yang dilakukan oleh para sahabat serta thabiin. Karena di antara mereka banyak yang melakukan hal baru dalam agama yang tidak diajarkan Rasulullah. Seperti jamaah tarawih yang diprakarsai oleh Sayidina Umar, Adzan kedua dalam shalat jum`at yang merupakan inisiatif Sayidina Utsman, memberi titik, harakat serta tanda waqaf dan tanda-tanda lainya dalam Al Quran yang baru dilakukan di masa dinasti Umayyah dan diakui oleh para thabiin(bahkan ada yang menyatakan bahwa orang pertama yang memberi tanda dalam al Quran adalah Al Hajjaj bin Yusuf(9), penguasa dzolim di masa Bani Umayyah), pengkodefikasian hadits serta pembukuannya dll. Semua adalah hal baru dalam agama dan tidak pernah diajarkan Rasul. Apabila kita katakan bahwa semua hal baru dalam agama adalah bid`ah yang menyesatkan maka berarti secara tidak langsung kita telah menuduh para sahabat dan thabiin telah melakukan kesesatan dan perbuatan dosa secara kolektif (bersama). Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang pilihan yang tidak diragukan lagi keimanan dan ketaqwaannya. Bahkan diantara mereka ada yang sudah dijamin sebagai penghuni surga. Oleh karena itu, sungguh tidak dapat diterima akal, kalau para sahabat Nabi SAW yang begitu agung dan begitu luas pengetahuannya tentang al-Qur’an dan Hadits tidak mengetahuinya, apalagi tidak mengindahkan larangan Rasulullah SAW.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar