Sabtu, 02 April 2016

Arti bid'ah terlengkap #2


Bagian ke 2
(Santri.net)
Khalifah Abu Bakar berani memerangi mereka yang menolak zakat, dan mengumpulkan al Quran, berwasiat agar yang memandikannya ketika wafat adalah istrinya. Sayidina Umar mengumpulkan orang untuk shalat tarawih berjama`ah, menerangi masjid dengan lampu-lampu,  dan melakukan banyak hal baru dalam kepemerintahanya. Sayidina Utsman membukukan
Al Quran, memberi gaji kepada muadzin dan menggagas ide untuk melakukan dua adzan dalam shalat Jum`at. Sayidina Ali membolehkan sholat qobliyah dan ba’diyah pada sholat Ied, menyusun doa baru:  يا كهيعص اغفر لي (Wahai KafHaYa`AinShod, ampunilah aku), menugaskan Aba Mas`ud al Badri menjadi Imam orang-orang lemah dalam sholat ied di masjid, dan memerintahkan Abul Aswad Ad-Duali membuat kaedah-kaedah Ilmu Nahwu.
Pemberian titik, tanda juz, waqaf, dan harakat dalam Al Quran baru dilakukan di zaman dinasti Umayah. Pembukuan dan pengkodefisian hadits, pembukuan cabang-cabang ilmu syari`ah mulai dari nahwu, Fiqh, tafsir, Ushul fiqh, Balaghah, dan sebagainya. Pendirian menara,madrasah-madrasah, perpustakaan Islam. Perenovasian Ka`bah, dan perluasan Masjid Nabawi.  Dan masih banyak lagi hal baru yang dilakukan para ulama untuk kemajuan Islam sehingga Islam menjadi pusat peradaban pada masanya. Tak ada satu pun dari kita yang menganggap hal yang mereka lakukan sebagai bid`ah, justru kita semua sepakat bahwa apa yang mereka lakukan adalah jasa yang sangat besar artinya bagi umat islam. Mereka bukan  tidak pernah mendengar bahwa Rasul pernah bersabda   كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (setiap bid`ah adalah sesat ). Justru mereka yang paling mengetahui mengenai maksud bid`ah dalam sabda Rasul tersebut sehingga mereka berani untuk  melakukan hal-hal yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul.
                      Definisi Bid`ah
Bahaya bid`ah penting untuk diketahui, namun ada hal lain yang tak kalah penting untuk diketahui yaitu pengertian bid`ah. Banyak yang saling tuduh bid`ah karena perbedaan cara ibadah padahal yang mereka tuduh bid`ah sebenarnya hanyalah perbedaan madzhab, atau perbedaan ulama dalam masalah fiqhiyah. Seperti masalah terjemah khutbah, qunut, menggerakan jari dalam tahiyyat, bilangan tarawih dll. Ada juga yang begitu tekun melakukan sesuatu dianggap ibadah, tapi pada kenyataanya apa yang dia lakukan adalah bid`ah yang perlu dijauhi. Untuk menghindari hal-hal seperti ini kita harus mengetahui apa itu bid`ah?
Jika kata bid`ah disebut, maka yang dimaksud bisa dua kemungkinan. Yang pertama adalah bid`ah lughowiah (secara bahasa) atau bid`ah syar`iyah (secara syari`at) (2).
1. Bid`ah lughowiah
Yang dimaksud dengan bid`ah secara bahasa hal yang baru yang belum pernah ada sebelumnya. baik berupa hal baik atau hal yang buruk, berhubungan dengan hal duniawi seperti alat-alat komunikasi dan transportasi modern atau berhubungan dengan masalah agama seperti pembukuan Al Quran, Hadits dll. Semuanya bisa dikatakan bid`ah jika dilihat dari segi bahasa. Oleh karena itulah Sayidina Umar berkata mengenai shalat tarawih berjamaah :  نعمت البدعة هذه  (Inilah sebaik-baiknya bid`ah)(3).  Ini karena  dulunya Rasul dan para sahabat melakukan shalat tarawih sendiri-sendiri. Jadi adanya shalat tarawih dilakukan dengan teratur dalam satu Imam merupakan satu Bidah (hal baru) di masa itu.
Kalau dilihat dari segi ini maka kata bid`ah tidak selalu berkonotasi negatif, terkadang baik dan terkadang jelek. Akan tetapi dalam penerapannya jika lafadz bid`ah disebut secara mutlaq tanpa embel-embel maka yang dimaksud adalah bid`ah yang tercela (bid`ah syar`iyah). lain halnya jika kata bid`ah tersebut disandingkan dengan kata lain seperti perkataan “bid`ah hasanah” atau lainnya, maka barulah yang dimaksud adalah bid`ah dari segi bahasa(4).
2. Bid`ah syar`iyah
Maksud Bid`ah Syariyah adalah makna bid`ah dipandang dari kaca mata Syariat. Sebagai perbandingan: makna Sholat secara bahasa artinya adalah doa, sedangkan makna shalat secara syariat adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Ini menunjukkan ada beda antara makna bahasa dan makna syariat. Begitulah pula mengenai bidah.
Secara bahasa makna bidah adalah hal baru yang belum pernah ada sebelumnya  baik hal baru itu terjadi di masa Rasulullah saw atau sesudah masa Beliau saw. Namun jika ditinjau dari segi Syariat Bid`ah adalah hal baru yang tidak ada di masa Rasulullah saw(4,5). Namun, hal ini pun butuh kepada tinjauan syar’i untuk menentukan boleh atau tidak nya. Semua hal baru yang ada setelah masa Rasulullah saw dan  bertentangan dengan kandungan al Quran atau hadits itulah  Bidah yang tidak boleh dilakukan, sedangkan hal yang baru setelah zaman Rasulullah yang masih bernaung di bawah nash Al-Qur’an dan Al-Hadist maka bid’ah tersebut boleh dilakukan .
Jadi, tidak semua bidah Syariyah/ hal baru yang tidak dilakukan Rasulullah saw adalah tercela. Terkadang Rasulullah meninggalkan sesuatu walaupun sangat ingin melakukanya karena takut akan memberatkan umatnya atau alasan lainnya(5).  Yang tercela adalah perbuatan atau keyakinan yang menyalahi hukum atau keyakinan yang telah ada, atau tidak memiliki landasan hukum baik secara umum atau secara parsial, kemudian diklaim sebagai ajaran agama(6), seperti keyakinan pluralitas beragama (menganggap semua agama sama), faham Syiah, Trinitas Tauhid, membuat hukum-hukum baru tanpa dasar, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar