Sabtu, 01 Desember 2012

DEFINISI GAS H2S


DEFINISI GAS H2S

Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2
unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2S adalah PPM ( part
per milion ). Gas H2S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang
atau uap bau.

PROSES  TERJADINYA GAS H2S 

Gas H2S terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri.
Oleh karena itu gas ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran minyak
/ gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau
pada lokasi pembuangan sampah.

SIFAT DAN KARAKTERISTIK GAS H2S 

Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik antara lain : 

-  Tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas seperti telur busuk pada konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas telur busuk.

-  Merupakan jenis gas beracun. 

-  Dapat terbakar dan meledak pada konsentrasi LEL (Lower Explosive Limit )
    4.3% ( 43000 PPM ) sampai UEL (  Upper Explosive Limite  )    46%   ( 460000 PPM ) dengan nyala api berwarna biru pada temperature 500 0   ( 260 0C ) 

-  Berat jenis gas H2S lebih berat dari udara sehingga gas H2S akan cenderung terkumpul di tempat / daerah yang rendah. 
Berat jenis gas H2S sekitar 20 % lebih berat dari udara dengan perbandingan berat jenis H2S : 1.2 atm dan berat jenis udara : 1 atm.

- H2S dapat larut (bercampur) dengan air 
( daya larut dalam air 437 ml/100ml air pada
 0 0C; 186 ml/100 ml air pada 40 0C ).

- H2S bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat pada peralatan
logam.

EFEK FISIK GAS H2S TERHADAP MANUSIA

Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor, diantaranya
adalah : 

a.  Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2S.

b.  Frekuensi seseorang terpapar.

c.  Besarnya konsentrasi H2S.

d.  Daya tahan seseorang terhadap paparan H2S.

Tingkat konsentrasi H2S dan efek fisik gas H2S]

Tingkat H2S (PPM)     dan  Efek pada manusia 

 0.13   maka Bau minimal yang masih terasa

 4.6   maka  Mudah dideteksi, bau yang sedang

 10    Permulaan iritasi mata dan mulai berair

 27 Bau yang tidak enak dan tidak dapat ditoleransi lagi. 

100 Dapat terjadi Batuk-batuk, iritasi mata dan indera penciuman sudah tidak berfungsi 

200 - 300 Bisa Terjadi Pembengkakan mata dan rasa kekeringan di tenggorokan 

500 - 700 Dapat Kehilangan kesadaran dan bisa mematikan dalam waktu 30 - 1 jam 

> 700     Dapat terjadi Kehilangan kesadaran dengan cepat dan berlanjut kematian
 
PROSES DAN  KRONOLOGIS TERJADINYA KASUS KERACUNAN GAS H2S
PADA TUBUH MANUSIA.

Pada kondisi normal, seseorang bernafas dengan menghirup udara yang
terkandung oksigen sebagai salah satu bagian udara bebas. Oksigen sangat dibutuhkan manusia untuk proses oksidasi di dalam tubuh. Oksigen yang masuk ke dalam paru-paru akan dibawa oleh
darah ke seluruh tubuh termasuk ke otak. Jika seseorang menghirup udara yang
telah tercampur dengan gas H2S maka komposisi oksigen yang masuk kedalam
tubuh akan berkurang, sehingga kinerja otakpun akan terganggu. 
Tingkat konsentrasi gas H2S di otak yang semakin tinggi akan mengakibatkan lumpuhnya saraf pada indera penciuman dan hilangnya fungsi kontrol otak pada paru-paru.
Akibat fatalnya adalah paru-paru akan melemah dan berhenti bekerja, sehingga
seseorang dapat hilang kesadaran dan meninggal dalam ukuran waktu tertentu. 
  
METODE MENGURANGI ATAU MENETRALISIR PAPARAN GAS H2S

+  Metode mengurangi paparan gas  H2S pada suatu area dapat dilakukan dengan meniupkan angin menggunakan kipas angin besar ( bug blower ) sehingga gas H2S akan terhambur. Kondisi ini mengakibatkan konsentrasi paparan gas H2S akan berkurang karena area paparan gas H2S akan melebar. 

+ Metode menetralisir gas H2S dapat dilakukan dengan Sulfur Recovery Unit, yaitu
dengan suatu alat yang dapat menguraikan unsur Hidrogen dan Sulfur secara
reaksi kimiawi. Penguraian ini akan menjadikan dua unsur netral atau tidak
beracun. Hasil akhirnya Hidrogen akan dibuang dalam bentuk gas dan Sulfur
ditampung dalam bentuk padat.

sumber: ELNUSA

Silika


Silika

Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.
Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
Silika biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil ukuran dari pasir silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill untuk menghancurkan ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya bayak digunakan dalam industri.
Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak aplikasi penggunaan silika pada industri semakin meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau bahkan nanosilika. Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil membuat produk memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan kualitas. Sebagai salah satu contoh silika dengan ukuran mikron banyak diaplikasikan dalam material building, yaitu sebagai bahan campuran pada beton. Rongga yang kosong di antara partikel semen akan diisi oleh mikrosilika sehingga berfungsi sebagai bahan penguat beton (mechanical property) dan meningkatkan daya tahan (durability). Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam negeri dipenuhi oleh produk impor. Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah nanosilika bnyak digunakan pada aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik. Sebagai salah satu contoh adalah pada produk ban dan karet secara umum. Manfaat dari penambahan nanosilika pada ban akan membuat ban memiiki daya lekat yang lebih baik terlebih pada jalan salju, mereduksi kebisingan yang ditimbulkan dan usia ban lebih pajang daripada produk ban tanpa penambahan nanosilika.
Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/ mikrosilika perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang sudah dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk menghancurkannya jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai pada skala nano. Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode-metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel process, gas phase process, chemical precipitation, emulsion techniques, dan plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo silika).
Sebagai tambahan adalah bahwa utilisasi kapasitas produksi industri silika lokal belum maksimal, baru 50% dari kapasitas maksimal yang ada. Hal ini disebabkan karena produk silika lokal yang dihasilkan belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh pasar yaitu silika dengan ukuran sub mikron, sementara hasil produksi silika lokal berukuran ≥ 30 µm.  Dengan cadangan bahan baku silika yang melimpah dan potensi pasar yang masih terbuka lebar maka perlu dicarikan solusi agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal bagi perkembangan industri.

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran
PENDAHULUAN

Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengem-bangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN PELAKSANAAN K3 PERKANTORAN

Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
jaringan elektrik dan komunikasi.
kualitas udara.
kualitas pencahayaan.
Kebisingan.
Display unit (tata ruang dan alat).
Hygiene dan sanitasi.
Psikososial.
Pemeliharaan.
Penggunaan Komputer.
PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI
Konstruksi gedung :
Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).
Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes dll.
Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door).
Kualitas Udara :
Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
Kontrol terhadap polusi
Pemasangan "Exhaust Fan" (perlindungan terhadap kelembaban udara).
Pemasangan stiker, poster "dilarang merokok".
Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk pencegahan penyakit "Legionairre Diseases ".
Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu, bau dll.
Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, dll.
Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
Pemasangan fan di dalam lift.
Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya) :
Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter)
Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang digunakan.
Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.
Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) :
Internal
Over voltage
Hubungan pendek
Induksi
Arus berlebih
Korosif kabel
Kebocoran instalasi
Campuran gas eksplosif
Eksternal
Faktor mekanik.
Faktor fisik dan kimia.
Angin dan pencahayaan (cuaca)
Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek.
Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP.
Bencana alam atau buatan manusia.
Rekomendasi
Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage.
Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban.
Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja.
Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung.
Kontrol terhadap kebisingan :
Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara.
Di depan pintu ruang rapat diberi tanda " harap tenang, ada rapat ".
Dinding isolator khusus untuk ruang genset.
Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang.
Display unit (tata ruang dan letak) :
Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi.
Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m²).
Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan.
Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik.
Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya.
Tempat untuk istirahat dan shalat.
Pantry dilengkapi dengan lemari dapur.
Ruang tempat penampungan arsip sementara.
Workshop station (bengkel kerja).
Hygiene dan Sanitasi :
Ruang kerja
Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.
Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.
Toilet/Kamar mandi
Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.
Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.
Kantin
Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll).
Penyediaan air mengalir dan sabun cair.
Lantai tetap terpelihara.
Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.
Psikososial
Petugas keamanan ditiap lantai.
Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan.
Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh :
Budaya nrimo.
Sistem pelaporan macet.
Ketakutan melaporkan.
Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar.
Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali.
Penegakan disiplin ditempat kerja.
Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja.
Menggalakkan olah raga setiap jumat.
Pemeliharaan
Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan terjadinya.
Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai.
Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/ bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman.
Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer)
Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman :
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Memanfaatkan kesepuluh jari.
Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit.
Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja.
Lakukan peregangan.
Sudut lampu 45º.
Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang.
Sudut pandang 15º, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm.
Kursi ergonomis (adjusted chair).
jarak meja dengan paha 20 cm
Senam waktu istirahat.
Rekomendasi
Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan komputer disetiap unit kerja.
Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet.
Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display).

PENUTUP
Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer.
Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.
Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan K3 khususnya di perkantoran

HSE

HSE
HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan).

Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (naas).

Dasar Hukum Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,
Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”
Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
sumber : http://arbelprasetyo.blogspot.com/

FASILITAS SUMUR PANAS BUMI

 Fasilitas Sumur Panas Bumi
1 Kepala Sumur
  Sumur panasbumi adalah bagian utama dari system pengolaham energi panasbumi (geothermal). Sumur panasbumi yang disebut juga sebagai sumur produksi merupakan sumber pemasok utama energi uap yang akan disalurkan ke sistem PLTP sebagai pembangkit energi Listrik. Adanya pengaruh temperatur dan tekanan yang berasal dari perut bumi, akan menyebabkan fluida keluar menuju permukaan bumi. Pada sumur panasbumi dipasang beberapa komponen yang dilengkapi dengan beberapa valve yang kemudian disebut sebagai rangkaian kepala sumur. Valve ini berfungsi untuk mengatur aliran fluida dari sumur-sumur produksi. Pada rangkaian kepala sumur terdapat 5 buah komponen, yaitu :
·        Master valve/kerangan utama, valve ini berfungsi untuk membuka dan menutup secara penuh (full open/close), dan mengisolasi fluida dari dalam sumur. Karena ini merupakan valve utama, maka dihindari efek pengikisan yang menyebabkan kebocoran. Rating valve utama  mampu  menahan tekanan dan temperatur maksimum sumur panasbumi. Biasanya berukuran 10 inch untuk sumur standar atau 14 inch untuk sumur big hole.
·        Top valve/service valve, digunakan untuk tujuan-tujuan perawatan sumur atau pengukuran tekanan, temperatur dan logging sumur. Valve ini terletak paling atas, umumnya diatas Tee/Cross dan ukurannya 3 1/8 inch. Ratingnya sama dengan master valve.
·        Wing valve, adalah valve yang digunakan untuk mengisolasi rangkaian kepala sumur dari fluida panasbumi dalam sistem pemipaan.
 
·        Side valve/bleed valve, adalah kerangan yang digunakan untuk keperluan bleeding (membuang gas) dan memanaskan sumur. Ukuran ratingnya biasanya sama dengan top valve. Pada kerangan ini juga terpasang beberapa instrument seperti pressure gauge dan temperatur gauge untuk mengetahui kondisi sumur.
·        Expansion spool, digunakan untuk mengantisipasi efek thermal yang menyebabkan terejadinya pemuaian pada production casing sehingga tidak berdampak buruk terhadap fasilitas produksi. Terletak dibawah master valve.


 








Gambar 1 Rangkain Kepala Sumur panasbumi Sibayak

2. Pipa Distribusi Uap
Dari sumur produksi panasbumi fluida yang keluar kemudian dialirkan melalui pipa-pipa distribusi uap yang ditempatkan di atas permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengecekan apabila terjadi kebocoran pada pipa-pipa distribusi. Pipa-pipa distribusi ini mempunyai diameter tertentu, yang disesuaikan dengan letak dan funsinyaa. Pipa-pipa tersebut terbuat dari bahan carbon steel yang tahan terhadap temperatur tinggi. Untuk mencegah kehilangan panas (heat loss) pada saat berlangsungnya operasi, pipa-pipa tersebut di isolasi dengan bahan CaSiO4 (Kalsium Silika) dengan ketebalan 50 mm.
Pada suatu lapangan goethermal dua fasa (wet steam system), sistem pemipaan mencakup :
·        Pipa dua fasa, merupakan sistem pemipaan yang berfungsi mengumpulkan fluida dari sumur-sumur produksi dan mengalirkannya ke production separator.
·        Pipa brine, adalah pipa yang digunakan untuk mengalirkan brine atau separated water dari production separator menuju suatu sumur reinjeksi. Biasanya sistem pipa reinjeksi dilengkapi dengan emergency dump line, sehingga apabila terjadi excess brine maka tidak akan menyebabkan flooding dalam separator.
·        Pipa uap (steam line), berfungsi mengalirkan uap yang dari production separator menuju turbin PLTP.
·        Pipa kondensat, merupakan pipa yang digunakan untuk mengalirkan kondensat dari PLTP ke sumur reinjeksi.

3 Separator
            Uap yang keluar dari sumur produksi, kemudian dialirkan keseparator. Pada prinsipnya fungsi dari separator adalah memisahkan air panas panas (brine) dari uap, sehingga diperoleh uap kering yang akan dialirkan ke PLTP. Proses pemisahan air panas dan uap dilakukan berdasarkan gaya sentrifugal, kontruksi inlet yang dibuat tangensial menyebabkan aliran membentuk gerakan putar dan apabila berlangsung secara kontinu akan menyebabkan gaya sentrifugal. Karena adanya pengaruh gaya sentrifugal air panas (brine) akan terdorong ke dinding pipa dan dengan adanya gravitasi cairan akan cenderung ke bawah kemudian keluar melalui outlet bagian bawah, sedangkan uap yang lebih ringan akan terdesak ke bagian pusat siklon dan naik ke atas mengisi bagian tengah pipa kemudian mengalir dalam pipa uap menuju scrubber. Air yang terpisah dialirkan kedalam water drum, kemudian air dari water drum dialirkan melalui pipa brine ke sumur reinjeksi.
            Pemisahan antara uap dan air panas dilakukan pada tekanan dan temperatur tertentu sesuai dengan kondisi silica saturasi didalam fluida dua fasa serta tekanan kerja turbin PLTP. Penjagaan konsentrasi silica dimaksudkan agar tidak terjadi scaling (kerak) dalam pipa uap apabila silica berada pada kondisi under saturated. Perkiraan potensi pembentukan scaling didasarkan pada Standar Scaling Index (SSI) dengan kriteria yang diharapkan dimana SSI = 1, fluida dalam kondisi jenuh (saturated).

















Gambar 2 Rangkaian Separator Panasbumi Sibayak

4 Scrubber
            Srubber mempunyai kontruksi yang sama dengan separator tetapi mempunyai ukuran diameter yang lebih kecil. Scrubber berfungsi memisahkan uap dan air panas yang mengandung partikel, hal ini dimungkinkan apabila uap yang masuk kedalam scrubber masih mempunyai kandungan air sehingga uap yang dihasilkan berupa uap kering yang dialirkan untuk memutar turbin. Tingkat kebasahan uap maksimal yang dapat masuk ke turbin adalah 1 %, kebasahan yang berlebihan akan menyebabkan menyebabkan terjadinya vibrasi, erosi dan pembentukkan kerak pada turbin
            Scrubber umumnya diletakkan sedekat mungkin dengan PLTP untuk menghindari terjadinya kondensasi uap dalam pipa distribusi.


 











Gambar 4 Rangkaian Scrubber Panasbumi Sibayak


5 Silincer (Atmospheric Separator)        
Silincer atau atmospheric separator merupakan peralatan yang berfungsi untuk melakukan flashing air panas (brine) pada tekanan atmospheric sehingga diperoleh air panas (brine) pada tekanan rendah. Silincer atau atmospheric separator biasanya digunakan pada saat uji produksi, disamping itu untuk kelengkapan alat ukur juga sebagai peredam suara.











Gambar 5 Silencer Panasbumi Sibayak


6 Rock Muffler
Rock muffler biasanya dugunakan sebagai peredam kebisingan akibat aliran uap buangan baik pada saat uji produksi maupun pada saat turbin PLTP shutdown. Rock muffler terbuat dari beton bertulang berbentuk bak persegi panjang, bagian bawahnya disekat dan bagian atasnya diberi tumpukan batu agar pada saat pelepasan uap ke udara tidak mencemari lingkungan dan mengurangi kebisingan.
Adapun fungsi dari rock muffler sebagai berikut :
·        Sebagai pengatur tekanan (agar tekanan uap yang masuk ke turbin selalu konstan).
·        Sebagai alat pengaman yang akan membuang uap bila terjadi tekanan lebih di steam receiving header.
·        Membuang kelebihan uap jika terjadi penurunan beban atau pada saat unit PLTP shutdown.




















Gambar 6. Rock Muffler Panasbumi Sibayak


7 .Alat Pengaman Fasilitas Produksi
            Peralatan pengaman yang dimaksud merupakan peralatan pengaman fasilitas produksi. Ada beberapa sistem pengaman yang biasa digunakan seperti pressure safety valve dan rupture disk. Semua peralatan tersebut untuk melindungi sistem perpipaan dan pressure vessel bila terjadi keadaan over pressure. Hanya saja kerja setiap peralatan tersebut diatur bertingkat (pressure setting), artinya tidak semua peralatan bekerja bersamaan bila terjadi over pressure. Biasanya yang bekerja pertama kali adalah pressure safety valve kemudian rupture disk.

 SUMBER : http://agungrahmatgunawan.multiply.com