Senin, 25 September 2017

DALIL ZIARAH KUBUR,DAN SAMPAIKAH PAHALA DOA DAN BACAAN ALQURAN KEPADA SI MAYIT??

DALIL ZIARAH KUBUR, DAN SAMPAIKAH PAHALA DOA DAN BACAAN ALQURAN  KEPADA MAYIT ???

كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ, فَزُورُوهَا, وَفِي

رِوَايَةٍ فَإنَّهَا تُذَكِّرُكُم.. بالآخرة

“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, namun kini berziarahlah kalian!. Dalam riwayat lain; ‘(Maka siapa yang ingin berziarah kekubur, hendaknya berziarah), karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu mengingat- kan kalian kepada akhirat’. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)

Tentang amalan terputus bagi si mayit bagaimana??

BERLANDASKAN

Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad:

عَنْ أبِى هُرَيْرَة (ر) أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:

(صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود)

“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

INI ADALAH TENTANG SI MAYIT, BUKAN TENTANG YANG AKAN KIRIM PAHALA KEPADA SI MAYIT......

karena Rasulullah SAW menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yg dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al Qur'an untuk mendoakan orang yg telah wafat :

"WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN"

(QS Al Hasyr-10).

DIKUATKAN LAGI DENGAN

Ali bin Abi Thalib k.w.
bahwa Rasul SAW bersabda:

Barangsiapa lewat melalui kuburan, kemudian ia membaca
Qul Huwallahu Ahad 11x dengan niat menghadiahkan pahalanya pada para penghuni kubur, ia sendiri akan memperoleh sebanyak yang diperoleh semua penghuni kubur.

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW bersabda:

Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca
Al Fatihah
Qul Huwallahu Ahad
Alhakumut takatsur
Lalu ia berdoa : Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firmanMu pada kaum Mu'minin dan Mu'minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya(pemberi syafaat) pada hari kiamat.

Hadits-hadits tersebut diatas dijadikan dalil yang kuat oleh para ulama untuk menfatwakan kebolehan membaca Al Quran bagi orang yang telah wafat.

Imam Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzib mengatakan:

Disunnahkan bagi orang yang berziarah ke kekuburan membaca beberapa ayat Al Qur'an dan berdoa untuk penghuni kubur.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Imam Syafi'i dan disepakati bulat oleh para sahabatnya.

Setelah menjelaskan pendapat-pendapat dan fatwa para ulama dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), Imam Nawawi menyimpulkan bahwa ;

Membaca Al Qur'an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf.

Imam Nawawi mengutip penegasan Syaikh Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyyah yang menegaskan:

Barangsiapa berkeyakinan bahwa seseorang hanya dapat memperoleh pahala dari amal perbuatannya sendiri, ia menyimpang dari ijma.
Para ulama dan dilihat dari berbagai sudut pandang, keyakinan demikian itu tidak dapat dibenarkan.

Berkata Imam Nawawi, Yang lebih terkenal dari madzhab Syafi'i, bahwa pahalanya tidak sampai pada mayat. Sedangkan menurut Ahmad bin Hanbal, dan segolongan sahabat-sahabat Syafi'i, sampai (pahalanya) kepada mayat.

Bagi yang memakai imam Syafi'i Maka sebaiknya setelah membaca, si pembaca mengucapkan:

" Ya Allah, sampaikanlah pahala seperti pahala bacaan saya itu kepada si Fulan bin Fulan"

Hanya saja disyaratkan agar si pembaca tidak menerima upah atas bacaannya itu. Jika diterimanya, haramlah hukumnya, baik bagi si pemberi maupun si penerima, sedang bacaannya itu hampa, tidak beroleh pahala apa-apa.

BAGAIMANA DENGAN SEDEKAH??

Imam Nawawi telah menceritakan adanya ijma. bahwa sedekah berlaku atas mayat dan sampai pahala padanya, baik ia berasal dari anak, maupun dari lainnya.

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, Ayahku meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila saya sedekahkan?
Ujar Nabi SAW, "Dapat"

[HR. Ahmad, Muslim dari Abu Hurairah]

Dan tidak disyariatkan mengeluarkan sedekah itu di pekuburan, dan makruh hukumnya bila dikeluarkan beserta jenazah.

Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Seorang wanita telah datang menemui Rasulullah s.a.w dan berkata:

Ibuku telah meninggal dunia dan masih mempunyai puasa ganti selama sebulan. Baginda bertanya kepada wanita itu dengan sabdanya: Bagaimana pendapatmu jika ibumu itu masih mempunyai hutang, adakah kamu akan membayarnya? Wanita itu menjawab: Ya.
Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar.
(HR. Bukhori dan Muslim)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW lalu bertanya, Ibuku bernadzar akan melakukan haji, tapi belum juga dipenuhinya sampai ia meninggal. Apakah akan saya lakukan haji itu untuknya? Ujar Nabi SAW, ?Ya, lakukanlah! Bagaimana pendapatmu jika ibumu berhutang, adakah kamu akan membayarnya? Bayarlah, karena Allah lebih berhak untuk menerima pembayaran.(HR. Bukhori)

Diriwayatkan oleh Daruquthni bahwa seorang laki-laki bertanya, Ya Rasulullah SAW, saya mempunyai ibu bapak yang selagi mereka hidup, saya berbakti kepadanya. Maka bagaimana caranya saya berbakti kepada mereka, setelah mereka meninggal dunia?
Ujar Nabi SAW :
Berbakti setelah mereka meninggal, caranya ialah dengan melakukan shalat untuk mereka disamping shalatmu, dan berpuasa untuk mereka disamping puasamu.

Berkata Ibnu Ukeil, Jika seseorang melakukan amal kebajikan seperti shalat, puasa, dan membaca Al Qur`an dan dihadiahkannya, artinya pahalanya diperuntukkannya bagi mayat muslim, maka amal itu didahului oleh niat yang segera disertai dengan perbuatan.

Dalam Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah: Berkata Ahmad bin Hanbal, Apa pun macam kebajikan, akan sampai kepada si mayat, berdasarkan keterangan-keterangan yang diterima mengenai itu, juga disebabkan kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri dan membaca Al-Qur`an lalu menghadiahkannya kepada orang-orang yang telah meninggal di antara mereka, dan tak seorang pun yang menentangnya, hingga telah merupakan ijma.

Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yg Jelas dalam

Shahih Muslim hadits no.1149,

“seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yg telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yg telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad”
(Shahih Muslim hadits no.1967).

dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yg memungkirinya apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab Imam Syafi’i, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau wahai Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila hal ini tidak disebutkan maka sebagian Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak sampai.

Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berikhtilaf adalah pd Lafadznya.
Demikian pula Ibn Taimiyyah yg menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat :
"DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh dg ayat “DAN ORAN ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”,

Mengenai rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam Imam yg memungkirinya, siapa pula yg memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?, hanya syaitan yg tak suka dengan dzikir.
Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat qur’an, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dg tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Qur’an dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk mempermudah muslimin terutama yg awam.
Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab,
bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ?,

munculkan satu dalil yg mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yg wafat) tidak di Al Qur’an, tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yg mengada ada dari kesempitan pemahamannya.

Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yg melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yg sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yg melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yg alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yg membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yg berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yg nyata.

Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yg merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yg ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yg berpuasa pada hari 10 muharram, (shahih Bukhari) bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula”
(HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727).

Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah fatihah maka ia membaca AL Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat al ikhlas setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu berdampingan disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia ditanya oleh Rasul saw : Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku mencintai surat Al Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).

Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tsb dari ajaran Rasul saw, ia membuat buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak melarangnya bahkan memujinya.

Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu ahli hadits yg telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pd Rasul saw :
•Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw”.
•Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yg pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw”.
ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu masalah yg dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H
•Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar