Tarim
Untuk kesekian kalinya, Departemen Pendidikan dan Dakwah Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Hadhramaut kembali mengadakan acara seminar ilmiah dengan mengangkat tema “Man hum Ahlussunnati wal Jama’ah? Wa Af’alu al-‘Ibad: Siapakah Ahlussunnah wal Jamaah? Dan Orientasi Perbuatan Seorang Hamba”. Acara kali ini berlangsung pada Jumat malam (19/2) di Auditorium Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Al-Ahgaff, Tarim, Hadhramaut, Yaman.
Seminar dengan dua tema pembahasan yang cukup berat ini sengaja mendatangkan dua narasumber yang memiliki kapabilitas dalam bidang masing-masing. Yang pertama Syekh Mukhtar Jamil seorang pakar muda dalam bidang ilmu hadits, dan kedua Habib Abdullah bin Ahmad Al-Jufri, spesialis dalam bidang ilmu teologi. Kedatangan kedua ulama muda ini merupakan satu peristiwa yang langka sekaligus kebanggaan bagi para pelajar Indonesia yang berada di Hadhramaut.
Pada awal pembahasan, Syekh Mukhtar mengatakan bahwa tujuan diskusi ini bukan untuk menebar kebencian di antara sekte-sekte keislaman yang telah ada. Ia menekankan, bahwa pertemuan ini hanya untuk mendeskripsikan serta mendudukkan suatu permasalahan pada tempatnya.
“Kami hanya ingin memberikan penamaan terhadap suatu perkara sesuai dengan kandungannya, bukan untuk menambah kebencian,” cetusnya.
Menurut Syekh Mukhtar, istilah Ahlussunnah wal Jamaah merupakan satu-satunya sekte yang beruntung dan terdiri dari satu golongan saja. Meskipun dari beberapa pandangan, Ahlussunnah wal Jamaah masih terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu al-Muhadditsun, kelompok yang memprioritaskan dalil-dalil naqli (yang bersumber dari periwayatan) dalam pembahasan ilmu akidah. Ahlunnadzar al-Aqli, para penganut paham rasionalisme yang diperankan oleh Al-Maturidiyah dan Al-Asy’ariah. Dan yang ketiga adalah As-Sufiah, yaitu pengikut aliran sufisme. Ketika ditanya mengenai pemecahan yang terjadi pada tubuh Ahlussunnah wal Jamah sendiri, ia menandaskan bahwa hal itu tidak merusak statemen awal, bahwa Ahlussunnah wal Jamaah hanya terdiri dari satu golongan saja. Ia mencontohkan seperti satu universitas yang di dalamnya terdapat beberapa fakultas yang berbeda.
“Contoh konkretnya seperti Universitas Al-Ahgaff yang memiliki beberapa fakultas. Setiap fakultas tetap dinisbatkan terhadap Universitas Al-Ahgaff” tegasnya menambahkan.
Pada akhir penyampaiannya, Syekh yang merupakan jebolan Darul Musthafa ini menyatakan, bahwa semua empat madzhab yang ada (Hanafiah, Syafi’iah, Malikiah, dan Hanabilah) merupakan penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah. “Setiap al-Madzahib al-Arba’ah (empat madzhab) termasuk dari paham Ahlussunnah wal Jamaah,” tuturnya.
Beralih terhadap tema pembahasan yang kedua, yaitu orientasi pekerjaan seorang hamba, Habib Abdullah bin Ahmad Al-Jufri tampil sebagai pembicara. Ulama muda yang merupakan santri Syekh Said Fudah ini sangat cekatan dalam penyampaiannya. Pertama-tama ia menyuguhkan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama`ah dan ulama Mu`tazilah perihal “perbuatan makhluk dan kaitannya dengan kehendaknya sendiri”, dikemukakan di dalamnya dalil-dalil yang menjadi landasan para ulama Ahlussunnah dan Mu`tazilah dalam berhujjah. Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan perbedaan pendapat secara internal yang terjadi di kalangan ulama Ahlussunnah itu sendiri.
Pembicaraan yang cukup memeras otak para peserta seminar itu ia tutup dengan menukil perkataan Imam Abdullah Al-Haddad dalam bait-baitnya yang terkenal, yang artinya: “Dan hanya dengan taufiq Allah lah semuanya bisa melakukan ketaatan, maka mohonlah kepada Nya taufiq itu untukmu”.
NU ONLINE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar